Suara Ruang Mana yang Lebih Engkau Percaya?

Sewaktu masih bocah hingga remaja, sudah cukup sering juga terdengar guru-guru menyebut kata-kata globalisasi. Biasanya diksinya begini “era globalisasi.” Waktu itu cukup mengerti penjelasan guru, bahwa dunia ini mengerut dan menyempit. Walau luas, ia ibarat kampung kecil saja. Waktu itu mengerti, tapi tidak sepenuhnya paham.

Semakin ke sini, perlahan-lahan mulai paham bagaimana hidup kampung kecil yang bernama dunia itu. Engkau dapat ke sana kemari, bertemu dengan siapapun, dalam waktu yang lebih-lebih singkat. Tidak perlu usaha sepayah yang dilakukan Ibnu Bathutha untuk bisa melihat dan mengalami dunia seberang.

Sekarang kampung dunia itu sudah semakin menyusut. Dia terus melipat diri, hingga mungkin sekarang sudah layaknya sebesar sebuah rumah saja. Sorak sorai pendukung sepak bola dari belahan bumi lain terdengar ke kamar kita. Seolah-olah mereka sedang berkumpul di ruang sebelah. Jalan raya di sebuah negara yang terletak di punggung bumi sebelah sana, bisa dilihat-lihat dari kamar.

Seiring dengan itu, kepintaran seorang ilmuwan mudah menjalar. Kebodohan juga mudah menular. Semangat kesalehan dan kealiman mudah sekali masuk kamar pribadi, seperti halnya bau masakan ibu yang menyelinap dari dapur. Pun sebaliknya, godaan kejahatan dan kemaksiatan juga mudah menyeruak.

Belakangan ini, rumah-rumah kita bising oleh suara bom. Gemeretak bangunan runtuh. Teriakan orang-orang kesakitan. Tangis mereka yang bersedih. Suara-suara itu berasal dari ruang yang bernama Palestina.

Namun kebisingan itu rupanya tidak tunggal. Ada pula suara-suara lain dari ruang yang bernama Israel. Berteriak membela diri. Bahwa kami tidak salah. Kami ini selalu diganggu. Kami ini tidak berdosa. Kami juga diserang. Apakah salah kami membela diri? Dan lain sebagainya.

Suara ruang mana yang lebih engkau percaya?

Sumber gambar: https://news.detik.com/berita/d-5359001/suara-dentuman-terdengar-di-malang

%d blogger menyukai ini: